Berita

Seminggu Sekali, China Buka Kampus Baru

JAKARTA – Jumlah lulusan perguruan tinggi di China mengalami peningkatan cukup pesat selama beberapa tahun terakhir. Diprediksi, lulusan dengan usia 25 sampai 34 tahun di China akan mengalami peningkatan 300 persen pada 2030. Hal ini menjadi bukti bahwa China telah membangun pendidikan setara dengan mendirikan satu universitas setiap minggu.

Sebagaimana dilansir dari BBC, Senin (28/3/2016), selama beberapa dekade Amerika Serikat (AS) memiliki proporsi tertinggi untuk penduduk yang mengenyam pendidikan tinggi. Mereka bahkan mendominasi pasar tenaga kerja. Rentang usia 55 sampai 64 tahun hampir sepertiga dari semua lulusan di negara ekonomi utama dunia adalah warga AS.

Namun, di generasi muda sekarang, dalam hal memproduksi lulusan perguruan tinggi, China telah menyalip AS dan sistem universitas gabungan negara-negara Uni Eropa. Pasalnya, di saat negara Barat cenderung ‘tidur’, China dan negara Asia lainnya, seperti India semakin meningkatkan jumlah mahasiswa.

Pelajar di China dan India sendiri lebih senang mengambil studi matematika, sains, komputer dan mesin, yakni mata kuliah yang relevan dengan inovasi dan peningkatan teknologi. Tak heran, pada 2013 40 persen lulusan China menempuh studi di bidang STEM (science, technology, engineering and maths). Angka tersebut dua kali lebih banyak dibandingkan dengan lulusan di AS.

Di tengah kondisi tersebut, pada 2030 China dan India mampu mencapai lebih dari 60 persen lulusan STEM, di ekonomi utama. Sedangkan Eropa hanya delapan persen, dan AS empat persen. Di sisi lain, peningkatan tersebut menyebabkan inflasi menurut kebijakan konvensional.

Tetapi hal tersbeut tidak terjadi. Di negara-negara The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), peningkatan jumlah lulusan perguruan tinggi justru memberikan keuntungan. Hal ini disebabkan peningkatan tenaga kerja berpengetahuan tidak menyebabkan penurunan gaji.

Di masa lalu, negara-negara OECD berkompetisi sebagian besar dengan negara-negara yang menawarkan kerja berketerampilan rendah dengan upah rendah. Sekarang, negara-negara seperti China dan India mulai memberikan keterampilan tinggi pada gaji menengah.

Investasi besar-besaran negara di Asia terhadap pendidikan menjadi tantangan nyata bagi negara-negara Barat. Guna menghadapinya, mereka harus mempersiapkan kompetisi masa depan dengan ekonomi Asia di sektor pengetahuan. Kendati demikian, juga muncul beberapa keraguan tentang kualitas dan relevansi dari gelar yang diperoleh di China. (ira)

(rfa)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *